Cerpen "Sahabat Sederhana Tuk Selamanya"
Persahabatan memang tidak selalu berakhir bahagia. Sama seperti cinta, persahabatan juga membutuhkan pengertian. Persahabatan tidak berbicara tentang ego ataupun rahasia. Namun aku berharap, persahabatanku ini tidak akan ada akhir bahagia ataupun sedih. Karena persahabatanku ini, untuk selamanya.
Namaku Anggi, remaja berusia 15 tahun yang duduk di kelas XI IPA di salah satu SMA swasta di Tulungagung. Tidak ada yang istimewa dariku, karena aku hidup sesederhana mungkin. Tidak banyak tingkah, hanya menikmati alur yang telah Tuhan berikan. Aku memiliki seorang sahabat. Aku mengenalnya waktu umurku masih berjalan 4 tahun. Gadis itu bernama Risya. Waktu itu, kami masih TK dan belum mengerti apa itu persahabatan dan cinta. Sangat polos dan ceria, itulah kami. Masa kecil kami berlari bersama mengejar sang mentari. Hingga saat kami menempuh sekolah ke jenjang SD, orang tua kami memasukkan kami ke SD yang sama. Hampir setiap hari kami bertemu, melewatkan waktu bersama. Risya gadis yang selalu ceria, dia membawa awan putih disaat hariku penuh awan mendung. Dia anggun, pintar, dan selalu membuat orang lain merasa damai bersamanya. Sedangkan aku, gadis tomboy yang selalu membuat orang lain naik darah. Aku selalu menggoda orang-orang di sekitarku. Tidak terkecuali dengan Risya, aku sering menjailinya. Namun apa yang dia lakukan? Dia hanya tersenyum dan tidak pernah membalasnya.
Terkadang memang aku keterlaluan, dan Risya selalu memberiku pengertian. Sikapnya itulah yang membuatku selalu nyaman berada di dekatnya. Aku mencoba membalas semua kesabarannya. Aku berharap dia selalu ada di sampingku dan aku selalu ada baginya. Akan tetapi waktu terus berjalan dan memudarkan angan-angan kami. Sampai pada saat kami lulus dari SD dan melanjutkan ke SMP. Risya mengajakku mendaftar ke SMP yang sama dengannya. Namun karena ego dan ambisiku, aku memilih sekolah yang berbeda dengannya. Semua kesalahanku itu menghadirkan jurang terjal di antara kami. Semenjak itu kami semakin sering melewatkan semua kebersamaan kami. Risya mengarungi hidupnya bersama teman barunya dan akupun sama.
Jarak antara aku dan Risya semakin terasa. Membuatku menyesali semua itu. Andai saat itu aku menepikan ambisiku, pasti semua itu tidak akan pernah nyata. Namun siapa aku? Aku hanya manusia biasa. Mungkin inilah jalan yang harus kami tempuh.
Sampai saat kami SMA, kedekatan kami mulai memulih dari kondisi kritis. Aku mencoba menghubunginya. Risya memang sudah berbeda. Memang persahabatan kami berlatarkan perbedaan. Dari emosi, hobby, makanan favorit, hingga idola hingga kami sering berantem kecil. Namun tetap semua itu beralaskan dengan tawa canda. “Ingat gak masa kecil kita?” tanya Risya. Aku menjawab dengan cuek, “engga, kenapa?”. Tiba-tiba dia tertawa, “haha.. dulu aku pernah dorong kamu ke dalam air laut meski kamu gak mau. Terus.. kamu nangis deh..”
“Oh ya? Kok aku gak ingat yah,” tepisku. Risya semakin keras tertawa saat mendengar perkataanku. Sebenarnya, aku masih ingat betul kenangan itu. Bahkan foto kami waktu itu masih rapi tersimpan di album kenangan kami. Kami mungkin bukan hanya sebagai sahabat. Namun sebagai saudara. Aku menyayanginya sebagai kakakku. Kuberikan perhatianku dan pengertianku. Risya adalah satu-satunya sahabat yang sangat memahami diriku.
Kini kami telah memasuki gerbang kedewasaan. Di mana kami telah mampu memikirkan masa depan. Menanggapi dunia dengan kata-kata bijak. Menangis karena cinta. Beranjak dari komik menjadi novel dan cerpen cinta. Kini kami telah mengerti bahwa persahabatan itu adalah pengertian dan peberdaan mengindahkannya. Juga tentang cinta, bukan hanya untuk orang yang kami sebut pacar. Tetapi juga untuk orang yang sering kami panggil sahabat. Sedangkan pengertian sahabat bagiku hanya satu kata. “Dia…”
bagus banget cerpennya, jadi pengen baca cerpen yang lainnyaa
BalasHapusmusisi musik rock go ahead people